SRI DHARMODAYA RAKRYAN WATUKURA HAJI BALITUNG adalah raja Medang i Poh Pitu yang berkuasa antara tahun 898M-910M. Di awal tahun memerintah, Haji Balitung mengeluarkan prasasti untuk satu daerah di Tulungagung yaitu Penampihan. Di dusun Ngrejeng, desa Geger, Sendang Tulungagung terdapat candi Penampihan dan di halaman candi di depan pintu masuk terdapat prasasti batu berangka tahun 820C/898M. Jadi sejak tahun 898M daerah Penampihan telah ditetapkan sebagai daerah sima perdikan. Ini juga menunjukkan bahwa sejak tahun 898M, Tulungagung sudah secara resmi memiliki bentuk pemerintahan merdeka dan berhak mengatur rumahtangga sendiri.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa Haji Balitung adalah maharaja Medang yang pertama mengadakan perluasan kekuasaan ke Jawatimur bahkan Bali. Pada masa itu di Jawatimur berdiri satu kerajaan besar bernama Kanjuruhan yang berpusat di timur gunung Kawi. Untuk menguasai Jawatimur, sudah barang tentu Haji Balitung harus menaklukkan Kanjuruhan lebih dulu. Dan itu yang kemudian dilakukannya.
Tetapi pada penyerbuan pertama, pasukan Haji Balitung mendapat perlawanan sengit, terpukul mundur ke barat, sampai akhirnya berkubu di gunung Wilis, persisnya di daerah Penampihan. Atas bantuan besar atau pertolongan agung para tokoh dan penduduk Penampihan Kubu-Kubu, Haji Balitung berhasil menaklukkan Kanjuruhan. Kemudian sri maharaja rakryan Watukura haji Balitung kembali mengeluarkan anugerah sima perdikan kepada daerah Penampihan sewilayahnya dan termuat dalam prasasti tembaga yang dikenal sebagai prasasti Kubu Kubu bertarikh 827C/17 Oktober 905M.
Prasasti Kubu Kubu terdiri dari 6 lempengan tembaga yang merupakan lempengan ke-1, 3, 4, 5, 6, dan lempengan 7 dari sebuah prasasti, masing masing berukuran 35,5x6 cm. Lempengan 1 terdiri dari 5 baris pada satu sisi. Lempengan 3 dan 4 bertulis 5 baris pada dua sisi. Lempengan 5 dan 6 bertulis 4 baris pada dua sisi. Lempengan 7 bertulis 4 baris pada satu sisi. Huruf dan bahasanya Jawakuna. Menurut Damais dan Buchori, lempengan prasasti ini berasal dari situs Penampihan.
Setelah Haji Balitung wafat, tahta Medang berturut diduduki oleh Mpu Daksa, rake Layang dyah Tulodong, dan terakhir rake Sumba dyah Wawa.
Rake Sumba dyah Wawa berkuasa antara tahun 927M- 928M. Pada masa inilah kekuatan Sriwijaya wangsa Selendra kembali menggempur tanah Jawa. Sriwijaya merupakan satu-satunya musuh bebuyutan wangsa Sanjaya. Pada penyerbuan itu, Rakai Sumba dyah Wawa gugur. Sementara mahamentri hino Mpu Sindok selamat dan menyingkir bersama sisa pengikutnya ke Jawatimur.Penyerbuan Sriwijaya atas pemerintahan Rake Sumba dyah Wawa memang tidak pernah termuat dalam prasasti yang keluar masa kemudian. Tetapi peristiwa besar itu dapat diselusuri melalui sejarah perseteruan Sriwijaya dan Medang.
* * *
0 comments:
Post a Comment